Cari

Cuaca: Sistem Kompleks

Written By Unknown on Minggu, 02 Oktober 2011 | 13.15

Bila ditanya apakah hubungan antara hujan dan banjir, jelas sama-sama kita ketahui bahwa bila hujan melebihi batas normal akan menyebabkan air melimpah. Namun, bila dilanjutkan pertanyaannya apakah air yang melimpah identik dengan banjir, tentunya kita harus mencari parameter yang dapat menghubungkannya dan variabel-variabel yang membentuk hubungannya. Hujan besar (baik intensitas dan durasinya) yang jatuh di daerah dataran tinggi yang ditumbuhi vegetasi lebat dengan kapasitas serap besar akan memperbanyak sumber air tanah bagi daerah lain. Sebaliknya bila hujan jatuh di daerah nonvegetasi dengan kapasitas serap kecil (seperti daerah urban, jalan-jalan, gedung, dan lain-lain) maka limpasan (run off) akan lebih besar dari yang terserap.

Air merupakan sumber daya alam yang bermanfaat sekaligus membawa petaka bagi kelangsungan makhluk di Bumi. Maka tak heran bila air dikaji mulai dari disiplin hidrometeorologi, hidrologi, dan hidrogeologi. Air hujan, air limpasan dan air tanah membentuk siklus secara terus-menerus dalam ketiga fasa air.

Hujan adalah suatu proses fisis yang dihasilkan dari fenomena cuaca. Cuaca sendiri adalah suatu sistem yang kompleks sehingga bisa dimaklumi para "modeler cuaca" atau "peramal cuaca" kadang meleset hasil prakiraannya. Di Amerika yang sudah serba "supercanggih" kadang tetap saja mengalami amukan fenomena cuaca seperti hantaman Tornado, badai dan sebagainya.

Suatu sistem dikatakan kompleks bila sistem tersebut melibatkan sejumlah elemen-elemen yang tersusun dalam suatu struktur yang berada pada beberapa skala dan berinteraksi satu sama lain dari beberapa elemen atau bagian sistem.

Sistem kompleks ini mengalami proses perubahan yang tidak dapat digambarkan dengan aturan tunggal dan tidak pula dapat direduksi hanya ke satu tingkat penjelasan sederhana. Tingkatan-tingkatannya sering meliputi gambaran yang mempunyai kemunculan yang tidak dapat diperkirakan dari spesifikasi masa lalu atau saat sekarang.

Saat ini seorang pengamat atau peneliti bila mempelajari suatu obyek cenderung untuk menyederhanakan masalah sebagai usaha pendekatan. Mereka mencoba membuat ringkasan tentang dinamika, proses, dan perubahan yang muncul dalam bentuk persamaan yang sederhana dan simpel. Semua elemen-elemen cuaca, suhu, tekanan, kecepatan angin hingga kelembaban bersifat sensitif terhadap kondisi-kondisi awal.

Oleh karena, cuaca secara tetap membalik pada dirinya sendiri (iterasinya) maka cuaca menampakkan perilaku galau (chaotic) pada banyak skala. Tetapi, tetap berada pada dalam kisaran suatu penarik (atraktor) iklim.

"Peramal cuaca" tetap berupaya meramal cuaca dari pengamatan atas kondisi-kondisi awal tertentu. Cuaca bergantung pada umpan balik positif yang dapat mempercepat gangguan tersingkat oleh manusia menjadi bencana lingkungan, tetapi umpan balik negatif menjaga agar tetap mengorganisasi diri menuju kestabilan atmosfer.

Bila mempunyai kemampuan komputer tinggi yang dapat menangani sejumlah besar data, pengamat/peneliti sekarang dapat mempelajari kompleksitas cuaca dari faktor-faktor yang terlibat dalam suatu kesatuan dan melihat gambaran apa yang ditunjukkan oleh sistem cuaca tanpa penyederhanaan dan ringkasan.

Pengamat/peneliti akan menemukan bahwa kompleksitas cuaca itu sendiri sering mempunyai sifat atau dapat dicirikan dengan sejumlah sifat yang penting seperti mampu mengorganisasi diri (dalam suatu usaha menuju ke stabilitas baru), ketidaklineran, dinamika teratur atau galau (chaos) dan kemunculan sifat-sifatnya yang tak dapat diperkirakan.

Dari proses pembelajaran tentang analisis, simulasi, dan pemodelan, sifat-sifat dari sistem kompleks, dewasa ini sejumlah program komputer yang khas dan bisa berfikir meniru perilaku makhluk hidup telah muncul seperti AI ( artificial intellegence), AL ( artificial Life), GA (Genetic Algorithm), NN (Neural Network), CA (Celular Automata), BN (Boolean Network). Seperti yang dirintis oleh Santa Fe Institute.

Hujan Monsun

Istilah monsun (monsoon) berasal dari bahasa Arab yaitu Mausim yang berarti dalam bahasa Indonesia adalah musim. Istilah ini awalnya digunakan untuk menunjukkan tiupan angin laut selama enam bulanan. Sekarang istilah ini digunakan untuk menandai angin musiman. Penjelasan tentang monsun yang membawa fenomena hujan deras saat ini yang menggenangi beberapa wilayah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:.


1. Zona Pertemuan Dua Massa Udara/Inter-tropical Convergence Zone
(ITCZ)

Gambar (1) memperlihatkan lokasi global dari zona pertemuan dua massa udara yang berasal dari dua belahan Bumi. Posisinya relatif sempit dan berada pada lintang rendah dan dikenal dengan nama Inter-tropical Convergence Zone (ITCZ) atau Intertropical Front Zone (IPFZ) selama bulan Januari (musim panas di belahan Bumi Selatan) dan Juni (musim dingin di belahan Bumi Selatan). ITCZ juga dikenal dengan nama ekuator panas (heat equator) atau front ekuator (equatorial front).

Di atas lautan Atlantik dan Pasifik di mana ITCZ sangat dekat terhubung dengan "doldrums" (daerah 5oU-5oS) maka ITCZ merupakan batas antara angin pasat utara-timuran dengan angin pasat selatan-timuran.

Di atas benua, ITCZ berganti dengan batas antara sistem angin lain dengan komponen-komponen diarahkan menuju ekuator (sebagai contoh di Afrika antara Harmattan dan monsun barat daya).

ITCZ bergerak menuju ke utara dalam musim panas belahan Bumi utara dan menuju ke selatan dalam musim panas belahan Bumi selatan, posisi rata-rata agak ke utara dari ekuator. Di atas lautan jelajah pergerakan agak kecil, tetapi di atas benua/daratan mungkin sangat besar. Konvergensi/pertemuan horizontal yang berhubungan dengan ITCZ berarti umumnya gerak udara menuju atas di lapisan tropopause paling bawah dan berawan, cuaca hujan lebat.

ITCZ meyerupai suatu pita tekanan rendah yang terbentuk oleh pemanasan yang sangat intensif dari Matahari dan sebagai akibatnya muncul udara dari kedua belahan Bumi dan bertemu. Pergeseran musiman di dalam lokasi dari ITCZ (dan juga sabuk atau daerah angin skala global dan sistem-sistem tekanan) meninggalkan indikasinya pada variabilitas/perubahan iklim Bumi. Sebagai hasil dari stabilitas panas yang begitu relatif besar dari lautan maka pergeseran musiman Utara-Selatan dalam ITCZ lebih kecil di atas lautan daripada di atas daratan/benua.

Pergeseran musiman dari ITCZ lebih jelas terlihat di atas Afrika bagian Timur dan Asia, serta berkontribusi terhadap sirkulasi monsun lintang tropis. Tak seperti angin pasat Timuran (easterly trade winds), angin monsun (monsun winds) biasanya ditandai dengan aliran/ tiupan Baratan (westerly flow).

Beberapa jenis monsun tampak dijumpai di beberapa tempat di dunia, tetapi di Asia Tenggara pengaruh monsun lebih tegas. Indonesia termasuk daerah tropis lagi pula Indonesia juga termasuk daerah monsun. Menurut Ramage (1971) daerah monsun dibatasi oleh garis lintang 35oU dan 25oS dan oleh garis bujur 35oB dan 170oT. Jadi jelas kepulauan Indonesia termasuk daerah monsun lihat gambar (1). Ramage mendefinisikan daerah monsun sebagai daerah tempat sirkulasi atmosfir permukaan dalam bulan Januari dan Juli memenuhi syarat:1) Arah angin utama pada bulan Januari dan Juli berbeda paling sedikit 120o. 2) Frekuensi rata-rata angin utama dalam bulan Januari dan Juli lebih dari 40 persen. 3) Kecepatan angin panduan rata-rata dalam bulan Januari dan Juli paling sedikit tiga meter per detik.

2. Monsun

Sirkulasi monsun (monsun circulation) menandai daerah-daerah di mana pembalikan musiman dalam arah angin menyebabkan musim panas yang basah dan musim dingin yang kering di Asia. Di atas Afrika dan Asia lebih dari dua milyar manusia bergantung pada hujan monsun untuk minum dan pertanian. Sirkulasi monsun terhubung dengan pergeseran utara-selatan dari ITCZ. Dan juga bergantung pada kontras musiman dalam pemanasan daratan dan lautan sebagai suatu sistem yang kompleks lainnya.


Gambar (2) dan (3) adalah lokasi dari ITCZ yang digambarkan dengan garis patah-patah dan garis penuh untuk bulan Juli (musim panas) dan Januari (musim dingin) masing-masing di atas Benua Asia. Tanda panah adalah arah angin monsun permukaan (surface monsun winds) secara umum selama musiman pada bulan-bulan itu.

Dalam musim panas (Juni-Juli-Agustus/JJA) di belahan Bumi utara atau musim dingin di belahan Bumi selatan, daerah benua menerima panas lebih cepat dari lautan, yang menghasilkan tekanan lebih rendah di permukaan benua. Hal ini memberikan kemunculan gradient tekanan udara horizontal yang mempuyai arah dari lautan ke benua atau dari laut ke darat (dari tekanan tinggi ke tekanan rendah). Angin yang dekat ke permukaan Bumi bergerak dari lautan menuju benua/daratan di mana konveksi yang terjadi menghasilkan hujan dan kondisi basah muncul (diilustrasikan pada gambar (4).

Di bagian atmosfer atas udara menyebar menuju laut dan turun di atas permukaan lautan yang relatif dingin, dengan demikian membentuk sirkulasi monsun. Musim penghujan dapat bertahan beberapa bulan. Hujan monsun biasanya mulai jatuh beberapa minggu sebelum titik balik Matahari musim panas dan berhenti hanya setelah ekinoks (matahari tepat di atas) musim gugur. Hujan tidak merata dan tidak pula kontinu.

Sebaliknya musim hujan secara khas mengalami sederetan fasa aktif dan fasa jeda/berhenti (active and dormant phases). Selama fasa aktif monsun (monsun active phase), cuaca berawan dengan sering terjadi hujan deras dan terjadi banjir besar di beberapa wilayah, tetapi selama fasa berhenti monsun (monsun dormant phase), cuaca cerah dan panas terasa gerah. Seperti yang kita rasakan sejak pertengahan November

Dalam musim dingin (Desember-Januari-Februari/ DJF) di belahan Bumi utara atau musim panas di belahan Bumi selatan, dikarenakan pendinginan radiasi (radiational cooling) dari benua maka sistem tekanan tinggi muncul di atas permukaan daratan/benua, yang berarti gradient tekanan udara mempuyai arah dari benua ke laut. Hal ini membentuk suatu aliran level rendah udara sepanjang kontinen menuju ke lautan, dan aliran udara atmosfir atas bergerak dari laut menuju benua (diilustrasikan pada gambar (5)). Angin ini mempunyai sifat dingin dan kering dan jarang membawa hujan.


Hujan monsun juga muncul di atas daerah-daerah di dunia, seperti contoh di atas sub-Sahara Afrika dan Amerika. Intensitas dan durasi hujan monsun mungkin saja berubah dari tahun ke tahun. Musim kemarau dan kekeringan adalah kemungkinan tersendiri dalam iklim monsun.

Untuk memudahkan pemahaman sebab terjadinya monsun sama seperti terjadinya angin darat dan laut yaitu perbedaan dalam kecepatan pemanasan di darat dan laut. Bedanya pada monsun mempunyai skala yang lebih besar dan interval yang lebih lama yaitu musiman sedangkan angin darat dan laut mempunyai skala lebih kecil yaitu harian.


Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsun yang digerakan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian.

Dalam bulan Desember-Januari-Februari (DJF) di belahan Bumi utara terjadi musim dingin akibat adanya sel tekanan tinggi di benua Asia, sedangkan di belahan Bumi selatan pada waktu yang sama terjadi musim panas, akibatnya terjadi sel tekanan rendah di Benua Australia.

Oleh karena, ada perbedaan tekanan udara di kedua benua tersebut maka pada periode DJF bertiup angin dari tekanan tinggi di Asia menuju ke tekanan rendah di Australia, angin ini yang disebut monsun barat atau monsun barat laut.

Dalam bulan Juni-Juli-Agustus (JJA) terjadi sebaliknya terdapat tekanan rendah di Asia dan sel tekanan tinggi di Australia yang menggerakan monsun timur atau monsun tenggara. Monsun barat biasanya lebih lembab daripada monsun timur. Perbedaan curah hujan di dalam kedua monsun tersebut disebabkan dua faktor:

1) Udara turun di atas Australia pada waktu monsun barat.

2) Pada monsun timur arus udara bergerak di atas laut yang jaraknya pendek, sedangkan pada monsun barat arus udara bergerak di atas laut dengan jarak yang cukup jauh sehingga dalam monsun barat arus udara lebih banyak mengandung uap air.

Maka kondisi saat ini (DJF), di atas Indonesia terjadi monsun barat atau barat laut di mana anginnya begitu lembab dan banyak mengandung uap air. Alhasil curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan DJF terjadi di Indonesia.

Cuaca memang merupakan suatu sistem kompleks di mana manusia termasuk elemennya. Perilaku serampangan dari elemen ini dalam mengelola sumber alam (seperti membabat hutan, polusi, perencanaan yang salah, dan lain-lain) akan berinteraksi dengan elemen lainnya. Cuaca akan "mengatur diri", menunjukan ketidaklinearan, dinamika teratur dan galau, kemunculan sifat-sifat kolektif dari elemen-elemennya dalam usaha menuju kestabilan baru. Konsekuensi atau efek dari sifat-sifat ini bisa kita saksikan.

0 komentar:

Posting Komentar